Filosofi Barisan Bebek, Bukan Barisan Nama, Satrisme: Melawan Kultus Figur Dengan Sistem Yang Memuliakan Rakyat Marjinal

Filosofi Barisan Bebek, Bukan Barisan Nama, Satrisme: Melawan Kultus Figur Dengan Sistem Yang Memuliakan Rakyat Marjinal

Jogjakarta, penaxpose.com - Di hamparan pematang basah Rawa Bebek, kawanan bebek bergerak silih berganti memimpin barisan: hari ini bebek A berada di depan, esok digantikan bebek B, lusa tampak bebek C mengambil alih. Namun, meski pemimpin berganti, barisan tetap tiba bersama di tujuan.

Dari pemandangan sederhana itu, rakyat yang lama digencet bisa belajar satu hal: hasil yang baik lahir dari formasi yang benar, bukan dari nama yang dielu-elukan. Filsuf Yunani, Aristoteles, pernah menegaskan bahwa lebih pantas hukum yang memerintah ketimbang manusia mana pun. Kalimat itu menjadi penegasan arah: rule of law bukan rule of man. Itulah napas Satrisme-gerak menegakkan sistem yang adil, bukan menyerahkan nasib pada silsilah.

Saya menulis bukan untuk memanjakan telinga elit, melainkan untuk kawan-kawan buruh, nelayan, petani, pedagang kecil, pengemudi ojek, ibu-ibu yang antre di puskesmas, hingga anak muda yang gelisah melihat masa depan tersumbat dinasti.

Penolakan kita bukan pada nama seseorang, melainkan pada penyembahan terhadap nama. Ketika kebijakan ditarik oleh silsilah, negara kehilangan akal sehat. Hukum pun berubah menjadi kostum: dipakai bila menguntungkan, disimpan bila menghalangi. Pola semacam ini harus segera diakhiri.

Kita harus mengganti kiblat. Pertanyaan mendasar bukan siapa yang memimpin, melainkan bagaimana sistem itu bekerja untuk memimpin. Pemimpin sejati adalah mereka yang membangun sistem sehingga dirinya mudah digantikan tanpa mengguncang hasil. Seperti kawanan bebek di pematang: yang di depan hanya memecah angin secukupnya, lalu bergeser. Tidak ada pemujaan individu-yang diagungkan adalah formasi.

Dalam kehidupan bernegara, formasi itu bernama konstitusi, institusi, dan budaya taat hukum. Di dalamnya ada pemisahan serta pengimbangan kekuasaan, ada proses yang bisa dilacak, diprotes, dan diperbaiki. Filsuf John Rawls pernah mengingatkan, keadilan adalah kebajikan pertama institusi. Sebab bila institusinya busuk, kisah tentang pemimpin baik di atasnya akan cepat berubah menjadi dongeng pahit.

Dari Sistem ke Piring Nasi

Ini bukan sekadar diskusi seminar. Yang dibicarakan adalah beras di piring dan tenang di dada.

Pertama, kepastian aturan mampu menurunkan biaya-biaya kecil yang selama ini membuat usaha rakyat megap-megap.

Kedua, impersonalitas kebijakan-ketika data dan norma lebih berkuasa daripada telepon pribadi-mampu menekan korupsi dan mempercepat antrean layanan publik.

Ketiga, mekanisme checks and balances dapat menghentikan pemborosan yang sering berkamuflase sebagai “proyek.”

Keempat, transparansi dan akuntabilitas menyembuhkan rasa curiga, membuat partisipasi warga bukan lagi bahan olok-olok.

Inilah Satrisme: turun dari langit gagasan ke tanah kenyataan. Sistem yang jernih bukan kemewahan, melainkan kebutuhan pokok-setara dengan air bagi kehidupan.

Kita Melawan, dengan Cara yang Bermartabat

Perlawanan ini bukan amuk sesaat yang cepat padam, melainkan disiplin panjang yang terus menyala. Kita melawan dengan formasi-barisan rapi yang membuat oligarki kehilangan ruang gelapnya.

Ada empat paku Satrisme yang dipegang, dan diajak untuk bersama-sama dijaga:

1. Berpihak pada rakyat. Kebijakan diuji oleh mereka yang paling terdampak, bukan yang paling berkuasa.

2. Menjunjung jalur hukum. Prosedur adalah pagar, bukan belenggu; ia melindungi yang lemah dari tangan yang gatal.

3. Keberanian jujur dan bertanggung jawab. Berani menolak konflik kepentingan, berani diaudit, dan berani meralat tanpa gengsi.

4. Anti-kekerasan dan anti-anarki. Jalan yang ditempuh adalah jalan tertib, sebab amuk hanya akan mematahkan barisan yang sedang dijaga.

Filsuf politik Hannah Arendt pernah menegaskan, kekuasaan adalah kemampuan bertindak bersama. Kekerasan hanyalah pengganti murahan ketika kekuatan bersama hilang. Karena itu, yang kita bangun adalah kekuatan kolektif-bukan kultus, bukan bendera keluarga, melainkan formasi.

Satrisme Nyata: Jalan ke Keadilan Sosial, Ekonomi, dan Hukum

Satrisme tidak berhenti pada semboyan. Ia memusatkan pandangan pada keadilan-bukan kehendak siapa pun, melainkan tertib yang memuliakan semua orang. Aristoteles pernah mengingatkan, “lebih pantas hukum yang memerintah daripada manusia mana pun.” Dari kesadaran itu, rakyat marjinal menajamkan tiga tujuan besar: keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan keadilan hukum.

1) Keadilan Sosial: Martabat sebagai Titik Berangkat

Keadilan sosial berarti setiap orang dihitung, bukan sekadar tercatat. Hak dasar seperti identitas, pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial hadir tanpa syarat silsilah. Kesetaraan akses bukan kemurahan hati penguasa, melainkan konsekuensi dari martabat warga.

- Yang diperjuangkan: tidak ada warga yang tertinggal dari layanan dasar karena miskin, berbeda, atau jauh dari pusat.

- Wajahnya dalam keseharian: antrean yang bergerak, informasi yang terbuka, keputusan yang bisa dipertanyakan.

- Nadinya: solidaritas teratur, bukan iba sesaat, agar yang lemah dapat berdiri, bukan sekadar ditolong.

2) Keadilan Ekonomi: Rezeki Tanpa Pagar Tersembunyi

Keadilan ekonomi berarti biaya hidup tidak digembungkan oleh ketidakpastian dan pagar-pagar tersembunyi yang hanya dikenali oleh mereka yang dekat kekuasaan. Pasar harus terbuka bagi usaha kecil, sementara tanah dan laut menjadi sumber nafkah yang tidak dirampas siasat.

- Yang diperjuangkan: peluang adil untuk bekerja, berusaha, dan mengakses sumber daya tanpa kartel maupun monopoli kedekatan.

- Wajahnya dalam keseharian: izin yang jelas syarat dan biayanya, pajak yang pasti ukurannya, serta harga kebutuhan yang tidak dimainkan jaringan.

Nadinya: produktivitas lahir dari kepastian aturan, bukan dari “telepon malam.”

3) Keadilan Hukum: Hukum Berdiri di Atas Nama

Keadilan hukum berarti aturan melindungi yang paling rentan, sementara proses dapat dilacak dari data hingga putusan. Hukum tidak boleh menjadi kostum yang dipakai-simpan sesuka hati.

- Yang diperjuangkan: perlakuan setara di depan hukum, jalur keberatan dan banding yang sungguh bekerja, serta akses informasi perkara untuk publik.

- Wajahnya dalam keseharian: surat menyurat yang jelas, tenggat yang dihormati, dan putusan yang dapat diperiksa dengan akal sehat publik.

- Nadinya: keberanian mengakui salah dan memperbaiki, sebab yang dicintai adalah kebenaran, bukan gengsi jabatan.

Satrisme nyata menegaskan: keadilan sosial, ekonomi, dan hukum bukan cita-cita abstrak, melainkan kebutuhan sehari-hari.

Benang Merah Satrisme

Tiga keadilan-sosial, ekonomi, dan hukum-tidak berjalan sendiri. Semuanya diikat oleh empat paku Satrisme: berpihak pada rakyat (agar arah tidak dibelokkan segelintir orang), jalur hukum (agar perubahan sah dan bertahan), keberanian jujur serta bertanggung jawab (agar koreksi menjadi kebiasaan), dan anti-kekerasan (agar perlawanan memurnikan, bukan merusak formasi).

Satrisme belajar dari barisan bebek: rotasi boleh berganti, formasi menjaga tujuan. Maka yang dijaga bukan nama besar, melainkan tertib yang adil-yang membuat hidup terasa lebih ringan di warung, di sawah, di dermaga, di aula sekolah, hingga ruang tunggu puskesmas.

Tiga Kebiasaan Baru – Mulai Hari Ini

Ada kebiasaan yang menggelapkan, ada pula kebiasaan yang menyalakan. Yang kita pilih adalah yang menyalakan: sederhana, konsisten, dan tumbuh menjadi daya yang tak mudah dibeli. Inilah gaya kita, bukan meniru siapa pun.

Pertama: Kompas Satu Kalimat.

“Kerja layak – layanan dasar – keadilan terjangkau untuk semua.”

Kalimat ini ditempatkan di posko, dinding sekretariat, hingga layar gawai. Bulan demi bulan, ia menjadi bintang penunjuk arah: harga kebutuhan pokok, waktu tunggu layanan, biaya sekolah dan obat, serta akses bantuan. Mimpi diberi angka, agar tak lagi menguap sebagai janji kosong.

Kedua: SOP Warga + Daftar Periksa.

Disusun, diuji, dipakai, direkam, lalu diunggah. Pertanyaan sederhana menjadi pagar: adakah pungli? jelaskah waktu dan biaya? ada keputusan tertulis? disediakan jalur banding? Bila meleset, kita tandai; bila benar, kita publikasikan.

Dengan begitu, petugas pun mendapat insentif berjalan di jalan terang.

Ketiga: Pusat Data Warga.

Jejak adalah ingatan yang tak mudah dimanipulasi. Karena itu, data dikumpulkan, diarsipkan, dipublikasikan, dan dibagikan: lewat papan informasi di balai, hingga folder bersama di gawai. Setiap bulan terbit catatan singkat: berapa kasus, jenis apa, bagaimana statusnya, dan rata-rata waktu penyelesaiannya. Tanpa jejak, keadilan menguap; dengan jejak, ruang gelap kehilangan napas.

Jawab Singkat bagi yang Masih Mendewakan Figur

“Figur kuat mempercepat keputusan.” Mungkin benar. Tetapi kecepatan tanpa pagar kerap berubah menjadi kebrutalan administratif.

Yang selamat hanyalah figur kuat yang tunduk pada sistem kuat. Dan sistem kuat tidak lahir dari tepuk tangan, melainkan dari kebiasaan mematuhi prosedur yang adil-hari ini, besok, dan seterusnya.

Dari Bebek ke Republik

Barisan bebek tidak menuhankan A, B, atau C. Mereka mengagungkan formasi yang menyelamatkan semuanya. Republik yang kita impikan pun demikian. Kesejahteraan dan kesentosaan bukan hadiah silsilah, melainkan buah dari sistem yang kita dirikan, kita tegakkan, dan kita jaga bersama.

Jika besok yang berada di depan bukan A, bukan B, melainkan C-dan barisan tetap tiba bersama-itulah tanda kemenangan. Bukan menang atas orang, melainkan menang atas kebiasaan buruk. Pada titik itu, Satrisme bukan lagi sekadar kata, melainkan cara berjalan.

Dan ketika anak-anak kelak bertanya, “Siapa yang menyelamatkan negeri?” jawaban kita tegas: bukan nama keluarga, melainkan barisan bernama hukum yang adil, institusi yang bekerja, dan budaya kejujuran yang tak bisa dibeli.

Mari rapatkan barisan. Kita melawan dengan formasi. Dengan kesadaran kolektif, rakyat marjinal merebut kembali kedaulatannya.


Dari Lereng Gunung Merapi, 12 September 2025
Amin Mujito
Pejuang Jalanan Yang Selalu Terkalahkan Keadaan

Pertarungan Ketua Umum PPP: Status Quo atau Harapan Baru

Pertarungan Ketua Umum PPP: Status Quo atau Harapan Baru

Jakarta, penaxpose.com | Kamis, 11 September 2025

Penulis: A. Hidayat, Aktivis Pergerakan Islam (API)

Menjelang Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dijadwalkan berlangsung pada akhir September 2025 di Jakarta, bursa calon Ketua Umum mulai mengerucut pada dua figur utama: Muhammad Mardiono, Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP saat ini, dan Husnan Bey Fananie, Ketua Umum Parmusi, eksponen fusi PPP 1973, mantan anggota DPR RI Fraksi PPP, serta mantan Dubes RI untuk Azerbaijan.

Keduanya menjadi simbol tarik-menarik kepemimpinan di tubuh PPP: status quo vs perubahan.

Figur Perubahan: Husnan Bey Fananie

Husnan Bey Fananie secara resmi mendeklarasikan diri sebagai calon Ketua Umum pada 18 Agustus 2025. Mengusung misi mengembalikan marwah ideologis dan historis PPP, ia menegaskan komitmennya untuk “mengayomi rakyat” dan “mewakafkan diri untuk partai”.

Tidak hanya berhenti pada deklarasi, Husnan juga menggandeng firma hukum ATS & Partner guna memastikan jalannya Muktamar sesuai AD/ART partai. Langkah ini menjadi sinyal keseriusannya bertarung secara terbuka.

Dukungan terhadap Husnan mulai mengalir, terutama dari pengurus wilayah, cabang, serta eks kader senior dan tokoh-tokoh fusi PPP. Di mata kelompok reformis, ia dianggap sebagai representasi harapan baru bagi kebangkitan PPP pasca keterpurukan di Pemilu 2024.

Figur Status Quo: Muhammad Mardiono

Di sisi lain, Muhammad Mardiono, yang menjabat sebagai Plt Ketua Umum sejak 2022, mengandalkan legitimasi strukturalnya. Ia berupaya mengonsolidasikan dukungan melalui komunikasi intens dengan sejumlah DPW dan DPC.

Namun, meski secara diam-diam ada dukungan kepadanya, hasil buruk Pemilu 2024—yang membuat PPP gagal lolos ke parlemen—membayangi kepemimpinannya. Kritik tajam muncul dari kader akar rumput dan kelompok reformis yang menuntut perubahan total arah partai.

Head-to-Head: Siapa Lebih Berpeluang?

Husnan Bey Fananie

  • Deklarasi resmi sebagai caketum
  • Didukung kuat eksponen fusi 1973 & tokoh pesantren
  • Punya jaringan di kalangan ulama
  • Pernah menjabat Wakil Sekjen DPP PPP
  • Eks Anggota DPR RI & Dubes RI untuk Azerbaijan
  • Staf Khusus Wapres (era Hamzah Haz)

Muhammad Mardiono

  • Plt Ketua Umum sejak 2022
  • Belum deklarasi resmi sebagai caketum
  • Memiliki jejaring struktural di DPP
  • Namun menghadapi resistensi internal signifikan
  • Legitimasi politik dipertanyakan pasca hasil Pemilu 2024

Momentum Muktamar X

Secara momentum politik, Husnan Bey Fananie dinilai lebih berpeluang meraih dukungan luas dari basis kader dan ulama. Sementara Mardiono masih memiliki kekuatan struktur, namun harus menghadapi oposisi internal yang kuat.

Muktamar X PPP dipastikan akan menjadi pertarungan ideologis sekaligus strategis: mempertahankan kepemimpinan lama dengan stabilitas struktural, atau membuka jalan bagi wajah baru dengan semangat reformasi.

Waktu yang tersisa hingga akhir September akan menentukan. Siapa pun yang mampu mengonsolidasikan barisan lebih kuat, dialah yang akan membawa PPP menentukan arah baru menuju Pemilu 2029.

Dugaan Politik Uang dan Posisi Mardiono di PPP

Dugaan Politik Uang dan Posisi Mardiono di PPP

Jakarta, penaxpose.com | Minggu, 6 September 2025

Isu dugaan politik uang yang menyeret Muhamad Mardiono, Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menjadi sorotan hangat. Walaupun hingga kini belum ada bukti kuat yang dapat mengonfirmasi tuduhan tersebut, isu ini tetap signifikan karena muncul di tengah proses konsolidasi internal PPP jelang Muktamar.

Dalam dunia politik Indonesia, politik uang bukanlah isu baru. Ia kerap muncul setiap kali terjadi perebutan kursi kepemimpinan, baik di level partai maupun kontestasi elektoral. Dugaan bahwa dukungan yang mengalir deras kepada Mardiono tidak murni dari semangat ideologis, melainkan berbalut insentif finansial, tentu menimbulkan pertanyaan serius.

PPP sendiri tengah berada di persimpangan jalan. Sebagai partai dengan basis sejarah panjang, partai ini harus menimbang ulang apakah akan melanjutkan kepemimpinan yang pragmatis atau kembali pada identitas ideologis yang berbasis aspirasi umat. Jika isu politik uang benar terjadi, maka hal ini dapat mengikis kepercayaan publik dan menurunkan legitimasi PPP sebagai partai Islam yang mengedepankan nilai moral.

Bagi Mardiono, isu ini bisa menjadi ujian terberat dalam menjaga wibawanya. Sebagai Plt Ketum yang akan maju dalam kontestasi internal, ia dituntut bukan hanya membuktikan integritas personal, tetapi juga memastikan proses politik di PPP bersih dari praktik transaksional. Klarifikasi, transparansi, dan pembuktian komitmen terhadap politik tanpa mahar harus ditunjukkan secara nyata, bukan sekadar jargon.

Dari perspektif publik, dugaan ini sekali lagi mengingatkan kita bahwa politik uang adalah racun demokrasi. Ia mereduksi proses politik menjadi sekadar transaksi jangka pendek, bukan perjuangan ide dan gagasan. Bila PPP ingin tetap relevan di panggung politik nasional, terutama setelah melewati Pemilu 2024 dengan hasil yang mengecewakan, partai ini harus berani menjawab isu ini secara terbuka.

Pada akhirnya, isu dugaan politik uang terhadap Mardiono bukan sekadar soal individu, tetapi juga soal arah PPP ke depan. Apakah partai ini akan dibiarkan larut dalam praktik lama yang pragmatis, ataukah berani tampil sebagai partai bersih yang memegang teguh nilai perjuangan? Jawaban itu akan sangat menentukan masa depan PPP di tengah krisis kepercayaan publik terhadap partai politik.

Penulis: A. Hidayat (Aktivis Pergerakan Islam) 

Siapa Kandidat Terkuat Ketua Umum PPP?

Siapa Kandidat Terkuat Ketua Umum PPP?


Jakarta, penaXpose.com | Rabu, 12 Maret 2025

Oleh: Ahmad Suhijriah, Komunikolog

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tengah bersiap menggelar Muktamar untuk memilih Ketua Umum baru. Agenda ini dijadwalkan berlangsung setelah Idulfitri 2025, diperkirakan pada akhir April atau awal Mei. Sejumlah nama dari internal dan eksternal partai mulai disebut-sebut sebagai kandidat kuat dalam perebutan posisi Ketua Umum PPP.

Para calon Ketua Umum PPP diharapkan mampu mengembalikan suara partai agar kembali lolos ke parlemen. Selain itu, mereka juga dituntut untuk mengonsolidasikan seluruh kader di Indonesia dan membuktikan bahwa PPP tetap mampu memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa.

Nama-Nama Kandidat Ketua Umum PPP

Beberapa nama yang muncul dalam bursa calon Ketua Umum PPP berdasarkan pemberitaan media, antara lain:

  1. Sandiaga Uno

    • Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di era Presiden Joko Widodo.
    • Pernah menjabat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PPP pada Pemilu 2024.
  2. Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin)

    • Putra ulama besar KH Maimoen Zubair.
    • Saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah.
  3. Saifullah Yusuf (Gus Ipul)

    • Mantan Wali Kota Pasuruan dan Wakil Gubernur Jawa Timur.
    • Saat ini menjabat sebagai Menteri Sosial di Kabinet Presiden Prabowo Subianto.
  4. Dudung Abdurachman

    • Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) TNI.
    • Saat ini dipercaya Presiden Prabowo sebagai Staf Khusus Utusan Presiden Bidang Pertahanan.
  5. Husnan Bey Fananie

    • Mantan Wakil Sekjen PPP di era kepemimpinan Surya Dharma Ali.
    • Seorang cendekiawan muslim, diplomat, dan politisi.
    • Pernah menjabat sebagai anggota DPR RI (2009-2014) dan Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan (2016-2020).
    • Saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi), salah satu organisasi yang ikut membentuk PPP pada tahun 1973.
    • Cucu dari KH Zainuddin Fananie Bey, pendiri Pondok Modern Pesantren Gontor.

Persyaratan dan Mekanisme Pemilihan

Dalam pemilihan Ketua Umum PPP, salah satu syarat utama adalah pernah menjabat satu tingkat di bawah Ketua Umum, sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Namun, syarat ini masih dapat berubah tergantung keputusan peserta Muktamar.

Keputusan akhir mengenai siapa yang akan menjadi Ketua Umum PPP akan ditentukan dalam Muktamar mendatang. Pemilihan ini akan mempertimbangkan aspirasi kader, rekam jejak kandidat, serta aturan partai yang berlaku.

Editor: Ah

Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Partisipasi Mahasiswa dalam Kegiatan Politik Kampus

Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Partisipasi Mahasiswa dalam Kegiatan Politik Kampus

Jakarta, penaXpose.com | Kamis, 23 Januari 2025

Penulis: Magdalena Murniwati Zebua (211011500097)
Mahasiswa Universitas Pamulang (UNPAM)

Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dalam membentuk generasi muda yang memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Di lingkungan kampus, pendidikan ini menjadi sarana inspirasi bagi mahasiswa untuk lebih aktif dalam kegiatan politik kampus, seperti pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), diskusi, seminar, hingga aksi advokasi yang membahas isu-isu sosial.

Makna dan Relevansi Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan bertujuan membekali mahasiswa dengan pengetahuan tentang sistem politik, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pendidikan ini dirancang untuk membentuk karakter mahasiswa agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan berdaya kritis.

Pada tingkat universitas, mata kuliah ini menjadi komponen penting dalam kurikulum wajib. Efektivitasnya bergantung pada metode pengajaran yang mampu menghubungkan teori dengan praktik nyata, seperti simulasi pemilu kampus atau forum diskusi kebijakan.

Faktor Pendukung Partisipasi Mahasiswa

1. Kurikulum yang Inovatif

Kurikulum pendidikan kewarganegaraan yang menyertakan pendekatan praktis dapat menarik minat mahasiswa terhadap isu-isu politik. Simulasi pemilu lintas jurusan, misalnya, memberikan pengalaman langsung tentang proses demokrasi.

2. Peran Aktif Pengajar

Dosen yang memotivasi dan menggunakan metode pembelajaran relevan dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa terhadap pentingnya politik kampus. Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang aktif berdiskusi tentang kebijakan publik di kelas lebih cenderung terlibat dalam organisasi kampus.

3. Budaya Demokrasi di Kampus

Lingkungan kampus yang mendukung demokrasi, seperti debat kandidat pemilihan ketua BEM secara terbuka, menjadi wadah pembelajaran politik yang efektif. Sebaliknya, kampus yang minim kegiatan politik menghasilkan mahasiswa yang kurang peduli terhadap partisipasi politik.

4. Kesadaran Mahasiswa

Pendidikan kewarganegaraan membangun kesadaran bahwa kegiatan politik kampus bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari proses belajar demokrasi. Mahasiswa yang aktif dalam organisasi kampus umumnya memiliki wawasan lebih luas tentang tata kelola organisasi dan nilai-nilai kepemimpinan.

Dampak Positif Partisipasi Politik Kampus

1. Penguatan Kompetensi Demokrasi

Mahasiswa yang terlibat dalam politik kampus cenderung memiliki kemampuan komunikasi, analisis, dan kepemimpinan yang lebih baik. Hal ini menjadi modal penting untuk menghadapi tantangan di masa depan, baik sebagai individu maupun pemimpin masyarakat.

2. Pembentukan Pemimpin Muda

Kegiatan politik kampus melatih mahasiswa memahami pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi. Banyak pemimpin nasional memulai karier mereka dari organisasi kampus, menjadikannya ruang latihan yang ideal.

3. Kesadaran Sosial yang Lebih Kuat

Partisipasi dalam advokasi isu-isu sosial, seperti lingkungan atau kesetaraan gender, membantu mahasiswa mengembangkan empati dan tanggung jawab terhadap kondisi masyarakat.

Kesimpulan

Pendidikan kewarganegaraan memberikan kontribusi signifikan dalam membentuk mahasiswa yang sadar politik dan bertanggung jawab. Dengan metode pengajaran yang efektif serta dukungan dari lingkungan kampus, mahasiswa dapat terinspirasi untuk berperan aktif dalam berbagai kegiatan politik kampus.

Keterlibatan ini tidak hanya melatih mahasiswa menjadi pemimpin yang kompeten, tetapi juga membangun generasi muda yang peduli terhadap nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu, sinergi antara pengajar, kurikulum, dan budaya demokrasi di kampus sangat penting untuk memastikan pendidikan kewarganegaraan menghasilkan dampak positif secara maksimal.

Membangun Sinergi Antara Perguruan Tinggi dan Sekolah: Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) sebagai Langkah Nyata Pendidikan Bermakna

Membangun Sinergi Antara Perguruan Tinggi dan Sekolah: Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) sebagai Langkah Nyata Pendidikan Bermakna

 

Jakarta, penaXpose.com | Jumat, 17 Januari 2025

Pendidikan bukan hanya sekadar teori yang diajarkan di dalam kelas, tetapi juga tentang bagaimana ilmu dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Hal inilah yang menjadi dasar pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), sebuah program yang dirancang untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi pendidik profesional dengan pengalaman langsung di lapangan.

Pada Selasa, 14 Januari 2024, Universitas Pamulang melalui Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Prodi PPKn secara resmi menyerahkan mahasiswa PPL kepada SMK Falatehan. Prosesi serah terima ini dilakukan oleh Dosen Pembimbing, Bapak Saepudin Karta Sasmita, S.Pd., M.Pd., dan diterima langsung oleh Kepala Sekolah SMK Falatehan, Bapak Mohamad Irvan, S.Pd.

Momentum ini bukan sekadar simbolis, melainkan langkah nyata dalam membangun kolaborasi antara kampus dan sekolah. SMK Falatehan, sebagai institusi pendidikan yang memiliki peran strategis dalam membekali siswa dengan keterampilan vokasi, menjadi tempat ideal bagi mahasiswa untuk belajar dan memberikan kontribusi nyata kepada dunia pendidikan.

Kerja sama ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana mahasiswa untuk mempraktikkan teori yang dipelajari di bangku kuliah, tetapi juga menjadi ajang kontribusi nyata dalam memajukan pendidikan di tingkat sekolah menengah. Mahasiswa diharapkan mampu menjadi teladan, membangun hubungan baik dengan siswa, serta menyampaikan materi pembelajaran secara efektif. Dengan pengalaman langsung di lapangan, mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk memahami dinamika pembelajaran, berinteraksi dengan siswa, hingga menghadapi tantangan yang dihadapi oleh guru dalam mendidik dan membentuk karakter generasi muda.


Dalam sambutannya, Bapak Saepudin Karta Sasmita, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pembimbing PPL Prodi PPKn FKIP Universitas Pamulang, menyampaikan, “Kami di sini bermaksud menitipkan mahasiswi kami untuk menimba ilmu secara nyata di SMK Falatehan. Kami menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah untuk menggembleng, melatih, membina, dan mendidik mereka menjadi guru profesional yang suatu saat nanti akan menjadi pengganti kita di masa depan.”

Program PPL ini diharapkan dapat memberikan manfaat timbal balik. Mahasiswa memperoleh pengalaman berharga yang tidak bisa didapatkan di ruang kuliah, sementara sekolah mendapatkan tambahan tenaga dan ide-ide segar yang dapat mendukung proses pembelajaran. Kerja sama antara Universitas Pamulang dan SMK Falatehan ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antara perguruan tinggi dan sekolah menengah dapat menciptakan dampak positif bagi kedua belah pihak.

Harapan besar juga disematkan pada program ini. Melalui PPL, masa depan pendidikan Indonesia diharapkan semakin cerah dengan kehadiran guru-guru muda yang siap mengabdi dengan kompetensi dan dedikasi tinggi. Hal ini sejalan dengan tujuan Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003, yang menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan juga bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Melalui kolaborasi ini, Universitas Pamulang dan SMK Falatehan membuktikan bahwa pendidikan bermakna hanya dapat terwujud dengan sinergi dan komitmen bersama untuk menciptakan generasi penerus yang unggul.

Oleh: Klaudia Permata Putri (Mahasiswa Prodi PPKn, FKIP UNPAM)

Serangan Fajar: Praktik Politik Uang yang Mengancam Integritas Pemilu

Serangan Fajar: Praktik Politik Uang yang Mengancam Integritas Pemilu

penaXpose.com | Kamis, 16 Januari 2025

Penulis: Berlian Gultom (211011500167)
Mahasiswa Universitas Pamulang (UNPAM)

Politik Indonesia memiliki dinamika yang khas, ditandai oleh sistem multipartai yang kompleks dan pelaksanaan pemilu secara langsung. Pemilu, baik untuk memilih presiden, anggota legislatif, maupun kepala daerah, selalu menjadi ajang kompetisi ketat antar calon dan partai politik. Dalam persaingan ini, berbagai taktik digunakan oleh kandidat atau tim kampanye untuk meraih kemenangan. Salah satu fenomena yang sering terjadi adalah praktik "serangan fajar" atau politik uang, yang merujuk pada pembelian suara atau pemberian imbalan berupa uang atau barang kepada pemilih untuk memilih calon tertentu.

Menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serangan fajar sering melibatkan distribusi uang dalam jumlah kecil kepada pemilih untuk memengaruhi keputusan mereka. Praktik ini berlangsung secara sembunyi-sembunyi, sehingga sulit untuk dibuktikan. Biasanya, serangan fajar terjadi menjelang hari pemungutan suara, terutama di wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi, di mana pemilih lebih rentan terhadap tawaran material.

Faktor Penyebab Serangan Fajar

1. Kepentingan Politik dan Elektabilitas
Banyak kandidat merasa tertekan untuk meraih suara sebanyak mungkin. Dalam sistem pemilu yang sangat kompetitif, politik uang dianggap sebagai cara cepat dan efektif untuk meningkatkan elektabilitas, terutama di daerah dengan tingkat partisipasi pemilih rendah. Menurut laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2020, rendahnya kesadaran politik di kalangan pemilih sering menjadi penyebab utama praktik politik uang. Pemilih cenderung memilih berdasarkan imbalan materi, bukan visi dan misi calon.

2. Kesenjangan Ekonomi
Ketidakstabilan ekonomi membuat masyarakat dengan kondisi ekonomi lemah lebih rentan terhadap tawaran uang atau barang sebagai imbalan memilih calon tertentu. Transparency International Indonesia (TII) dalam laporan tahun 2018 menyebutkan bahwa praktik politik uang sering terjadi di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi, di mana kebutuhan ekonomi mendesak membuat pemilih mudah tergoda.

3. Budaya Politik Patronase
Di banyak wilayah Indonesia, budaya politik patronase masih kuat. Pemilih sering mengharapkan balas jasa dari calon yang mereka pilih. Southeast Asia Research (2021) mencatat bahwa budaya patronase ini menciptakan ekosistem politik di mana pemberian uang atau barang dianggap sebagai hal yang wajar dalam proses pemilu.

4. Minimnya Penegakan Hukum
Meskipun aturan melarang politik uang, lemahnya penegakan hukum membuat praktik ini sulit diberantas. Bawaslu dalam laporan tahun 2022 mengungkapkan bahwa kasus politik uang sering kali sulit dibuktikan, sehingga pelaku merasa aman untuk melanjutkan praktik tersebut.

5. Keterbatasan Akses Informasi Politik
Kurangnya pendidikan politik dan minimnya informasi tentang program atau visi misi calon membuat pemilih lebih mudah dipengaruhi oleh iming-iming materi. Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2019 menunjukkan bahwa pemilih yang kurang informasi cenderung menerima uang karena merasa tidak memiliki cukup dasar untuk membuat keputusan rasional.

Dampak Serangan Fajar

Serangan fajar memiliki dampak signifikan terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. Praktik ini merusak prinsip pemilu yang bebas, adil, dan jujur. Ketika pemilih memilih berdasarkan imbalan materi, hasil pemilu tidak mencerminkan kehendak rakyat secara nyata. Hal ini berpotensi melahirkan pemimpin yang tidak kompeten atau hanya mengandalkan kekayaan untuk meraih dukungan politik.

Selain itu, serangan fajar mendorong terbentuknya politik transaksional, di mana suara pemilih menjadi komoditas. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang penentuan nasib bangsa berdasarkan kebijakan dan visi calon berubah menjadi transaksi material yang merusak integritas demokrasi.

Menurut KPU, praktik ini tidak hanya merusak kualitas pemilu, tetapi juga mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem politik. Pemilih yang merasa suara mereka bisa dibeli cenderung menganggap bahwa memilih bukanlah tindakan penting.

Kesimpulan

Serangan fajar tetap menjadi tantangan besar dalam politik Indonesia. Meskipun sudah ada regulasi yang melarang praktik ini, lemahnya penegakan hukum dan rendahnya kesadaran politik membuat serangan fajar terus berlangsung. Dibutuhkan upaya serius untuk mengedukasi pemilih, meningkatkan transparansi kampanye, dan memperkuat pengawasan terhadap politik uang. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan integritas pemilu dan kualitas demokrasi di Indonesia dapat terjaga.

Regenerasi Kepemimpinan RW 09 Kelurahan Grogol: Mengusung Perubahan Berkelanjutan

Regenerasi Kepemimpinan RW 09 Kelurahan Grogol: Mengusung Perubahan Berkelanjutan

Jakarta Barat, penaXpose.com  – Wilayah RW 09, Kelurahan Grogol, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, bersiap menyelenggarakan pesta demokrasi lokal untuk memilih Ketua RW yang baru. Pemilihan tersebut dijadwalkan berlangsung pada 3 Desember 2024 dengan tema “Perubahan yang Berkelanjutan.”

Semangat Perubahan dan Keberlanjutan

Tema ini mencerminkan dua semangat utama dalam regenerasi kepemimpinan RW 09. Perubahan merujuk pada pergantian kepemimpinan sebagai hasil proses kaderisasi yang berhasil, melahirkan pemimpin baru melalui mekanisme demokrasi. Sementara itu, keberlanjutan bertujuan untuk meneruskan program-program unggulan RW sebelumnya, baik yang telah terealisasi maupun yang masih dalam tahap perencanaan.

Beberapa program prioritas yang akan dilanjutkan di antaranya:

● Pembangunan drainase dan pengaspalan di bawah kolong tol.

● Pendirian posko pemadam kebakaran.

● Penataan lingkungan hijau dan asri.

● Meningkatkan keamanan serta kenyamanan lingkungan.

● Pembinaan kepemudaan di lingkungan RW 09.

Optimalisasi Pelayanan Publik

Di samping pembangunan fisik, bidang pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan juga menjadi fokus utama. Pelayanan yang cepat, tepat, dan efisien, baik secara langsung (offline) maupun digital (online), diharapkan dapat meningkatkan kepuasan masyarakat.

Keberhasilan program-program ini tidak lepas dari dukungan penuh warga, pengurus RT dan RW, pihak Kelurahan, serta organisasi masyarakat di lingkungan RW 09.

Motivasi dan Visi-Misi Calon Ketua RW

Lutfi Nasution, salah satu calon Ketua RW 09 periode 2024-2029, menyatakan motivasi kuat untuk menciptakan lingkungan RW yang bersih, aman, nyaman, harmonis, dan penuh kebersamaan. Menurutnya, hanya dengan kerja bersama dan berkesinambungan, visi tersebut dapat terwujud.

Visi:

“Menjadi fasilitator dan motivator yang mendukung kepuasan pelayanan masyarakat serta toleransi tinggi untuk mewujudkan kedamaian, kebersamaan, keamanan, dan kesejahteraan bagi warga RW 09.”

Misi:

1. Melanjutkan dan menyempurnakan program kerja yang ada.

2. Meningkatkan pelayanan publik yang lebih cepat dan efisien.

3. Mewujudkan lingkungan sehat, aman, bersih, dan asri.

4. Membangun kerukunan antarwarga dan memperkokoh persatuan.

5. Mendorong semangat gotong royong.

6. Menjalin kerja sama dengan lembaga internal dan eksternal.

7. Mendukung berbagai kegiatan sosial sebagai bentuk kepedulian masyarakat.

8. Memperbaiki sarana dan prasarana publik.

Harapan Warga

Dengan mengusung tema Perubahan yang Berkelanjutan, warga RW 09 berharap regenerasi kepemimpinan ini dapat menghadirkan pemimpin yang mampu membawa lingkungan menuju arah yang lebih baik, serta menjaga semangat gotong royong dan kebersamaan.

Pemilihan Ketua RW 09 ini diharapkan menjadi momentum penting bagi seluruh warga untuk bersama-sama mendukung keberlanjutan pembangunan dan pelayanan di wilayah mereka.

(AG)