Jakarta Barat, penaxpose.com – Jalan Sawah Lio Raya sore itu terasa berbeda. Hembusan angin membawa lantunan shalawat, menyatu dengan senyum jamaah yang larut dalam suasana penuh cinta dan syukur. Di Musholla Al Khosyi’in, remaja dan warga sekitar yang tergabung dalam Himpunan Keluarga Remaja Al Khosyi’in (HIKMAL) menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H, Sabtu (11/10/2025).
Kegiatan ini bukan sekadar seremoni keagamaan, melainkan wujud cinta yang hidup — cinta yang diterjemahkan dalam kebersamaan, kepedulian, dan semangat meneladani akhlak Rasulullah SAW.
Syukur, Doa, dan Harapan Generasi Muda
Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Ust. Saefudin yang menggetarkan hati para jamaah. Suasana semakin hangat ketika Rafli Adrian, Ketua Panitia, naik ke panggung sederhana untuk menyampaikan sambutannya.
“Terima kasih kepada semua yang telah membantu terlaksananya acara ini. Semoga Maulid seperti ini terus hidup setiap tahun sebagai bentuk cinta kita kepada Rasulullah,” ujarnya penuh rasa syukur.
Sementara itu, Dede Rasidi, perwakilan DKM Al Khosyi’in, menambahkan bahwa kegiatan ini menjadi bukti nyata semangat kebersamaan warga.
“Terima kasih untuk para panitia dan donatur. Semoga amal baik ini menjadi ladang pahala dan terus berlanjut di masa mendatang,” ungkapnya tulus.
Pelajaran Cinta Rasul dari Abu Lahab hingga Doa Ibu
Dalam tausiyahnya, KH. Zainuddin Ali Al Ghozali menyampaikan pesan yang menggugah: bahkan Abu Lahab—paman Nabi yang dikenal keras kepala—mendapat keringanan siksa karena pernah bergembira atas kelahiran Rasulullah SAW.
“Kalau Abu Lahab saja diringankan karena bahagia atas lahirnya Nabi, bagaimana dengan kita yang mencintainya setiap hari?” serunya, disambut lantunan shalawat dari jamaah.
Beliau menegaskan, Maulid bukan sekadar mengenang, melainkan membangkitkan kesadaran untuk meniru akhlak Nabi: menebar kasih, menegakkan keadilan, dan menghormati orang tua.
“Ibu itu tiga kali lebih tinggi derajatnya dari ayah. Doanya mustajab. Kalau ingin hidupmu bahagia dan penuh berkah, mintalah doa dari ibumu,” pesannya, membuat banyak jamaah menunduk haru.
Acara kemudian dilanjutkan dengan santunan untuk anak yatim, simbol kasih yang diwariskan Rasulullah kepada umatnya.
Nikmat yang Enam, dan Hati yang Tenang
Tausiyah kedua disampaikan oleh Ust. Muhammad Syukarno yang menekankan pentingnya mensyukuri enam nikmat terbesar yang Allah berikan: iman, Islam, kesehatan, akal, waktu, dan ketenangan hati.
“Dari sekian banyak nikmat, yang paling mahal adalah ketenangan qalbu. Tanpa hati yang tenang, semua kenikmatan terasa hampa,” ujarnya lembut.
Ia mengajak jamaah menjadikan Maulid sebagai momen kebangkitan spiritual dan semangat memperdalam ilmu agama.
“Semoga setelah ini pengajian makin ramai, dan kita makin dekat dengan Rasulullah SAW,” tambahnya disambut seruan “Aamiin” dari jamaah.
Habib Ali: Buktikan Cinta Rasul dengan Akhlak
Puncak acara tiba saat Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsy (Kwitang) memberikan tausiyah yang menembus hati. Dengan suara lembut dan wajah teduh, beliau menyampaikan pesan yang menjadi penutup penuh makna.
“Cinta Rasul tidak cukup diucapkan. Kalau engkau benar mencintai Nabi, buktikan cintamu dengan akhlak. Jadikan lisanmu lembut, hatimu pemaaf, dan tanganmu ringan membantu sesama.”
Habib Ali juga mengingatkan pentingnya memperbanyak shalawat, karena setiap shalawat membawa sepuluh rahmat dari Allah.
“Perbanyaklah shalawat. Karena di setiap shalawatmu, ada cahaya yang menuntun hidupmu menuju Rasulullah SAW,” ucapnya dengan penuh kehangatan.
Meneladani Rasul, Membangun Generasi Berakhlak
Acara ditutup dengan doa bersama yang dipimpin KH. Muhammad Syairrudin, memohon agar seluruh jamaah diberikan keberkahan, ketenangan, dan kecintaan yang abadi kepada Nabi Muhammad SAW.
Lebih dari sekadar peringatan, Maulid di Musholla Al Khosyi’in menjadi madrasah kehidupan — tempat remaja belajar menebar kasih, menghargai ilmu, dan memupuk iman.
“Semoga dari majelis ini lahir generasi yang mencintai Rasulullah, menebar kedamaian, dan menjadi penerus risalah beliau di zaman ini,” tutup Habib Ali penuh doa dan harapan.
Maulid Nabi bukan hanya tentang masa lalu — tapi tentang menyalakan kembali cahaya cinta Rasul di hati setiap umatnya.
Di Musholla Al Khosyi’in, cahaya itu telah menyala — hangat, sederhana, namun penuh makna. (Nanung)
0 Comments
Posting Komentar