Somasi Gerai Hukum ke PPK Kemayoran: Menyoal Batas Kewenangan dan Krisis Tata Kelola Kawasan Publik

Somasi Gerai Hukum ke PPK Kemayoran: Menyoal Batas Kewenangan dan Krisis Tata Kelola Kawasan Publik

Jakarta, penaxpose.com – Surat bernomor 138/TJS/GH/X/2025 yang ditandatangani pengacara Arthur Noija, S.H. dan Arnoldus Alverando K., S.H. dari Gerai Hukum ART & Rekan membuka babak baru dalam polemik panjang antara warga Kemayoran dan Pusat Pengelola Komplek Kemayoran (PPKK).

Namun lebih dari sekadar persoalan hukum, somasi ini menggugat logika kekuasaan: siapa sebenarnya yang berdaulat atas ruang publik?

Somasi kedua tersebut tidak hanya menyentuh aspek administratif, tetapi juga menyentuh akar persoalan — legitimasi, akuntabilitas, dan batas kewenangan lembaga negara dalam mengelola aset publik yang seharusnya menjadi milik bersama warga.

Dalam surat resmi yang ditujukan kepada Direktur Utama PPK Kemayoran, Teddy Robinson Siahaan, dan Direktur Pemberdayaan Kawasan, Yudi Sugara, kuasa hukum warga, Hermawan, menilai tindakan PPKK yang melarang aktivitas masyarakat di kawasan Kemayoran sebagai penyalahgunaan kewenangan administratif.

“PPKK seolah menjalankan fungsi sebagai pemerintahan tersendiri di tengah wilayah administratif Jakarta,”
tulis Gerai Hukum dalam suratnya.

Gerai Hukum juga mengutip Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menegaskan asas kepastian hukum, keterbukaan, dan pelayanan yang baik — asas-asas yang menurut mereka telah diabaikan oleh PPKK.

Padahal, Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2008 telah mengubah status lembaga tersebut menjadi Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Sekretariat Negara.
Dengan status itu, PPKK bukanlah pemilik tanah atau otoritas pemerintahan, melainkan hanya pengelola kawasan. Namun dalam praktiknya, lembaga ini kerap bertindak seolah memiliki hak prerogatif atas ruang hidup publik.

Tata Ruang yang Tumpang Tindih

Gerai Hukum juga mempertanyakan dasar hukum penyusunan rencana tata ruang kawasan Kemayoran.
Apakah kawasan tersebut memiliki RTRW atau RDTR tersendiri di luar koordinasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta?
Jika iya, maka hal ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan anomali tata pemerintahan.

“Tidak ada satu kawasan pun di republik ini yang boleh memiliki tata ruang otonom tanpa persetujuan substansi dari Kementerian Dalam Negeri,”
tegas Gerai Hukum dalam surat somasinya.

Somasi juga menyoroti pelanggaran prinsip keterbukaan publik. Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2024 tentang RTRW DKI Jakarta dan Pergub Nomor 112 Tahun 2022 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU), setiap pengelola kawasan wajib menyerahkan dokumen fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) kepada pemerintah daerah.

Namun hingga kini, publik belum memperoleh kepastian apakah PPKK sudah menyerahkan dokumen tersebut atau masih menyimpannya di balik tirai birokrasi.

Krisis Tata Kelola: BLU sebagai “Feodalisme Baru”

Kasus Kemayoran mencerminkan paradoks klasik dalam tata kelola publik Indonesia: aset negara dikelola dengan logika privat, sementara masyarakat ditempatkan sebagai “penyusup” di ruang publiknya sendiri.

Data Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menunjukkan, hingga 2024, lebih dari 60% aset eks-proyek strategis nasional masih dikelola secara terpusat tanpa koordinasi efektif dengan pemerintah daerah.
Kondisi ini menimbulkan ruang abu-abu administratif, tempat kekuasaan tumbuh tanpa mekanisme kontrol publik.

Dalam literatur kebijakan publik, fenomena ini dikenal sebagai institutional drift — penyimpangan kelembagaan ketika lembaga publik kehilangan arah fungsi pelayanan dan berubah menjadi alat kekuasaan administratif.

Alih-alih melayani, BLU seperti PPKK justru menjelma menjadi entitas yang memonopoli keputusan, bahkan atas ruang sosial dan ekonomi masyarakat.

Pertanyaan Besar: Siapa Mengawasi Pengelola Negara?

Pertanyaannya kini bukan lagi apakah PPKK melanggar hukum, melainkan apakah struktur BLU seperti ini masih relevan di era desentralisasi dan keterbukaan informasi publik.
Jika lembaga publik bisa bertindak di luar sistem pemerintahan daerah, bukankah itu berarti negara tengah menciptakan bentuk baru dari feodalisme administratif?

Situasi ini menunjukkan bahwa reformasi birokrasi masih setengah hati — ketika institusi publik masih mempertahankan watak kolonial: menguasai, bukan melayani.

Refleksi Publik: Negara Bukan Pemilik Ruang

Somasi Gerai Hukum menjadi cermin bagi negara untuk bercermin.
Negara bukanlah pemilik ruang publik, melainkan pengelola kepercayaan rakyat.

Dan ketika warga harus menggunakan hukum untuk memaksa negara menaati hukumnya sendiri, itu bukan sekadar perkara Kemayoran — melainkan tanda krisis legitimasi negara dalam mengelola ruang hidup rakyatnya.

(Emy)

Tabrak Lari Berujung Duka di Grisenda: Ivon Divonis 2 Tahun Penjara

Tabrak Lari Berujung Duka di Grisenda: Ivon Divonis 2 Tahun Penjara

Jakarta, penaxpose.com — Pengadilan Negeri Jakarta Utara akhirnya menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Ivon Setia Anggara (65), terdakwa kasus tabrak lari yang menewaskan Supardi (82) di kawasan Perumahan Taman Grisenda, Penjaringan, Jakarta Utara.

Vonis yang dibacakan dalam sidang putusan pada Kamis (9/10/2025) itu menandai akhir dari kasus yang sempat menyita perhatian publik, terutama warga sekitar lokasi kejadian. Hakim menyatakan Ivon terbukti bersalah melanggar Pasal 310 ayat (4) dan Pasal 315 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Selain pidana penjara, majelis hakim juga mengubah status penahanan Ivon dari tahanan kota menjadi tahanan rutan, mengingat unsur kelalaiannya berujung pada hilangnya nyawa seseorang.

Detik-detik Tragis di Grisenda

Peristiwa nahas itu terjadi pada Jumat pagi, 9 Mei 2025, saat Supardi tengah berolahraga rutin di sekitar kompleks Taman Grisenda, RW 10. Dari arah belakang, mobil yang dikemudikan Ivon melaju dengan kecepatan sekitar 40–50 km/jam.

Tanpa sempat menghindar, mobil Ivon menabrak tubuh Supardi hingga terhempas ke jalan. Alih-alih berhenti untuk menolong, Ivon justru melarikan diri, meninggalkan korban yang tergeletak tak berdaya di aspal.

Beberapa saksi mata dan rekaman CCTV kemudian mengonfirmasi kejadian itu, dan warga segera menolong Supardi ke Rumah Sakit PIK. Meski sempat menjalani perawatan intensif selama dua hari, Supardi akhirnya meninggal dunia pada 11 Mei 2025 akibat luka parah di bagian kepala dan dada.

Bukti Kuat dan Penyesalan yang Terlambat

Dalam persidangan, jaksa penuntut umum menghadirkan sejumlah bukti: rekaman CCTV, hasil visum, foto kendaraan, hingga surat-surat kepemilikan mobil. Semua mengarah pada Ivon sebagai pelaku.

Hakim menilai bahwa terdakwa telah lalai sekaligus tidak menunjukkan tanggung jawab moral setelah kejadian. “Melarikan diri dari lokasi kejadian memperburuk posisi hukum terdakwa,” tegas hakim dalam pembacaan putusan.

Vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan hakim sempat menuai protes karena dianggap ringan, mengingat korban kehilangan nyawa. Namun setelah melalui proses panjang, keluarga korban akhirnya menerima putusan tersebut dengan lapang dada.

“Awalnya kami merasa berat, tetapi setelah mempertimbangkan banyak hal, kami sekeluarga bisa menerima. Semoga ini menjadi pelajaran bagi siapa pun yang berkendara di jalan,” ujar Haposan, anak korban, seusai sidang.

Pelajaran dari Sebuah Kelalaian

Kasus ini menegaskan bahwa tabrak lari bukan sekadar pelanggaran lalu lintas, melainkan kejahatan kemanusiaan. Kelalaian sekecil apa pun di jalan raya bisa berujung maut — dan keputusan untuk kabur hanya menambah luka bagi keluarga korban.

Kini, Ivon harus menjalani masa hukumannya, sementara keluarga Supardi mencoba menata kembali hidup mereka dengan harapan tidak ada lagi nyawa yang melayang akibat ketidakpedulian di jalan raya.

“Keadilan sudah ditegakkan, semoga arwah ayah kami tenang dan peristiwa ini menjadi peringatan bagi semua pengemudi,” tutup Haposan dengan mata berkaca-kaca.

Kasus Grisenda menjadi cermin bahwa di balik setir kendaraan, nyawa orang lain selalu menjadi tanggung jawab kita bersama.

(Redaksi)

JPU Anggap Ivone Setia Anggara Lalai Berat, Abaikan Nyawa Lansia Korban Tabrak Lari

JPU Anggap Ivone Setia Anggara Lalai Berat, Abaikan Nyawa Lansia Korban Tabrak Lari


Jakarta, penaXpose.comSidang kasus tabrak lari yang menjerat Ivone Setia Anggara (65) kembali memanas. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tegas menolak seluruh pembelaan terdakwa maupun penasihat hukumnya dalam sidang replik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (30/9/2025).

Terdakwa dinilai melakukan kelalaian fatal yang berujung pada hilangnya nyawa seorang lansia berinisial S (82), yang sedang berolahraga pagi di kawasan Perumahan Taman Grisenda, Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (9/5/2025).

“Dalih pembelaan terdakwa hanya alasan mengada-ada. Fakta persidangan sudah jelas: terdakwa tetap memaksakan diri menyetir meski penglihatannya terganggu pasca operasi katarak. Akibat kelalaiannya, seorang warga tidak berdosa kehilangan nyawa,” tegas JPU Rakhmat di hadapan majelis hakim.

Kelalaian Nyata: Baru Operasi Katarak, Tetap Nekat Menyetir

Dalam sidang, JPU mengungkapkan Ivone sudah tahu kondisinya belum stabil setelah menjalani operasi katarak. Namun ia tetap nekat mengemudi tanpa mempertimbangkan risiko.

Akibat kecerobohan itu, korban S terhantam mobil terdakwa hingga mengalami pendarahan otak, luka parah di kepala dan wajah, serta akhirnya meninggal dunia.

Yang lebih mencengangkan, terdakwa bukannya menolong korban. Ia justru melanjutkan perjalanan menuju tokonya, seolah tidak terjadi apa-apa.

Dalih Pengacara Terdakwa Dipatahkan

Penasihat hukum terdakwa mencoba membela dengan menyebut korban berjalan di sisi jalan yang salah. Namun, argumen itu dinilai JPU tidak masuk akal.

“Itu jalan komplek perumahan, bukan jalan bebas hambatan. Justru pengendara wajib ekstra hati-hati karena banyak pejalan kaki. Membalikkan logika dengan menyalahkan korban jelas tidak dapat dibenarkan,” sindir JPU.

Tuntutan Tegas: 1,5 Tahun Penjara

Atas perbuatannya, JPU sebelumnya telah menuntut Ivone dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan, denda Rp10 juta subsider 6 bulan kurungan, serta biaya perkara Rp5.000.

Terdakwa dinilai melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu kelalaian dalam mengemudi yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Sidang putusan akan digelar pada Kamis, 9 Oktober 2025, di PN Jakarta Utara. (Dani) 

Sidang Tabrak Lari Grisenda: Eksepsi Ditolak, Keluarga Korban Pertanyakan Penangguhan Tahanan

Sidang Tabrak Lari Grisenda: Eksepsi Ditolak, Keluarga Korban Pertanyakan Penangguhan Tahanan

Jakarta, penaxpose.com | Sidang putusan sela kasus tabrak lari yang menewaskan Supardi (82) di Perumahan Grisenda digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (21/08/2025). Majelis hakim menolak eksepsi terdakwa, Ivon, dan sidang akan dilanjutkan dua minggu mendatang dengan menghadirkan saksi.

Keluarga Supardi (korban) menyambut baik keputusan tersebut, namun mempertanyakan mengapa terdakwa tidak ditahan. Haposan, anak korban mengungkapkan kekecewaannya atas penangguhan penahanan dengan alasan sakit, yang dianggap upaya menghambat mencari keadilan.

"Kami berterima kasih kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umum atas putusan ini. Namun, kami kecewa karena terdakwa belum ditahan. Sudah 100 hari papah meninggalkan kami, dan kami meminta keadilan," ujar Haposan kepada media.

Haposan juga telah bersurat kepada Ketua PN Jakarta Utara untuk mempercepat penahanan terdakwa, serta meminta penegak keadilan untuk menjalankan proses hukum seadil-adilnya.

Supardi ditabrak saat jogging pagi di Perumahan Grisenda, Kapuk Muara, Jakarta Utara, pada 9 Mei 2025. Saksi mata dan bukti CCTV menunjukkan insiden terjadi di depan kantor sekretariat RW 10.

Haposan menjelaskan, papahnya ditabrak dari belakang oleh mobil yang kendarai pelaku saat jogging. Pelaku kemudian melarikan diri tanpa mengakui perbuatannya.

Korban dilarikan ke Rumah Sakit PIK dan dirawat di ICU selama tiga hari sebelum meninggal pada 11 Mei 2025. Selama perawatan, keluarga pelaku tidak menunjukkan empati atau meminta maaf.

"Papah tergeletak berdarah-darah dengan kepala pecah. Selama tiga hari di ICU, tidak ada satupun keluarga penabrak yang datang menanyakan kondisi papah, sampai akhirnya beliau meninggal," ungkap Haposan.

Terdakwa sempat ditahan selama 13 hari sebelum mengajukan penangguhan penahanan. Setelah penangguhan, pelaku tidak menunjukkan itikad baik kepada keluarga korban.

(*/Red)

Terdakwa Ivon Hadapi Sidang Ketiga Kasus Tabrak Lari yang Tewaskan Korban, Keluarga Korban Menanti Keadilan

Terdakwa Ivon Hadapi Sidang Ketiga Kasus Tabrak Lari yang Tewaskan Korban, Keluarga Korban Menanti Keadilan

Jakarta, penaxpose.com - Kasus tabrak lari yang menewaskan Supardi (82), telah memasuki sidang tanggapan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis 14 Agustus 2025. Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tanggapan, serta menolak eksepsi yang telah diajukan oleh kuasa hukum Terdakwa Ivon (65). 

Menurut Haposan, anak korban mengatakan bahwa Korban mendiang ayah nya ditabrak mobil terdakwa saat jogging di Perumahan Taman Grisenda, Jakarta Utara, pada 9 Mei 2025. Pelaku kabur dan tidak mengakui perbuatannya, bahkan mengklaim menabrak tiang.

"Kaca mobil depan pecah, darah, dan rambut korban ditemukan di kaca mobil, menjadi bukti kuat pelakunya itu terdakwa" ujar Haposan.

Keluarga korban mengaku kecewa karena terdakwa mendapatkan penangguhan tahanan kota dengan alasan sakit. Mereka bahkan memiliki video yang menunjukkan terdakwa berbelanja di pasar setelah sidang pertama, sehingga menimbulkan keraguan tentang keseriusan kondisi kesehatan terdakwa.

"Kita merasa sedih dan kecewa atas sikap terdakwa yang tidak menunjukkan itikad baik setelah kejadian. Mereka berharap terdakwa dihukum seadil-adilnya" ucapnya.

Lebih lanjut, keluarga korban mengatakan saat terdakwa keluar dari ruang sidang terlihat badannya membungkuk dan berjalan seperti orang sakit. Namun setelah di luar pengadilan, terdakwa berjalan dengan tegap.

"Sandiwara macam apa ini, benaran sakit atau pura-pura sakit. Di ruang sidang jalannya terbungkuk-bungkuk, kita ikutin sampai keluar pengadilan dia bisa jalan normal lagi. Ini tipu muslihat namanya" kata Haposan.

Sidang telah digelar sebanyak tiga kali, keluarga korban meminta majelis hakim untuk menolak eksepsi terdakwa dan menjatuhkan hukuman yang setimpal. Atas perbuatan terdakwa Ivon, diduga dijerat Pasal 310 ayat 4 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 

(*/Red)

Rapat Kordinasi Advokat dan Paralegal Dragon Law Firm: Pengembangan Layanan Hukum yang Lebih Efektif

Rapat Kordinasi Advokat dan Paralegal Dragon Law Firm: Pengembangan Layanan Hukum yang Lebih Efektif

Jakarta - Dragon Law Firm baru-baru ini mengadakan rapat koordinasi bersama paralegal di kantor perumahan Taman Semanan Indah Blok NB 33. Rapat ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan kualitas layanan hukum yang diberikan kepada klien. Selasa (15/7/2025)

Dalam rapat terse.but, tim Dragon Law Firm membahas berbagai topik penting, termasuk strategi penanganan kasus yang efektif, peningkatan keterampilan paralegal, dan pengembangan layanan hukum yang lebih efektif. Rapat ini juga menjadi kesempatan bagi paralegal untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka dalam menangani kasus-kasus hukum yang kompleks.

Tujuan utama rapat ini adalah untuk meningkatkan kinerja dan kualitas layanan hukum yang diberikan oleh Dragon Law Firm. Dengan adanya rapat ini, tim Dragon Law Firm dapat memastikan bahwa mereka memiliki strategi dan rencana yang efektif untuk menangani kasus-kasus hukum yang kompleks.

Kepala Divisi Paralegal Dragon Law Firm, Wawan, menyatakan bahwa rapat ini sangat penting untuk meningkatkan kinerja dan kualitas layanan hukum. "Rapat ini merupakan langkah penting dalam meningkatkan kinerja dan kualitas layanan hukum yang diberikan kepada klien. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan keterampilan dan pengetahuan paralegal dalam menangani kasus-kasus hukum yang kompleks," ujarnya.

Ketua Dragon Law Firm, Anton Trianto SH, menambahkan bahwa rapat ini merupakan bagian dari upaya Dragon Law Firm untuk meningkatkan kualitas layanan hukum kepada klien. "Kami berkomitmen untuk memberikan layanan hukum yang terbaik kepada klien. Rapat ini merupakan salah satu upaya kami untuk meningkatkan kinerja dan kualitas layanan hukum yang diberikan kepada klien. Kami ingin memastikan bahwa setiap klien kami menerima layanan yang terbaik dan hasil yang optimal dalam setiap kasus yang mereka hadapi," kata Anton Trianto SH.

Anton Trianto SH juga menekankan pentingnya kerja sama tim dalam mencapai tujuan Dragon Law Firm. "Kerja sama tim yang baik dan komunikasi yang efektif sangat penting dalam meningkatkan kinerja dan kualitas layanan hukum. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kerja sama tim dan mempromosikan budaya kerja yang positif dan produktif di Dragon Law Firm," tambahnya.

Hasil rapat ini adalah peningkatan kesadaran dan komitmen tim Dragon Law Firm untuk memberikan layanan hukum yang berkualitas tinggi kepada klien. Tim juga sepakat untuk terus meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menangani kasus-kasus hukum yang kompleks.

Rapat koordinasi bersama paralegal di Dragon Law Firm merupakan langkah penting dalam meningkatkan kinerja dan kualitas layanan hukum yang diberikan kepada klien. Dengan adanya rapat ini, Dragon Law Firm dapat mempertahankan komitmennya untuk memberikan layanan hukum yang terbaik kepada klien. Tutup Anton.

(red)

Fraksi PKB Kritik Keras Penetapan Dewan Kota DKI, PTUN Diminta Batalkan SK

Fraksi PKB Kritik Keras Penetapan Dewan Kota DKI, PTUN Diminta Batalkan SK


Jakarta, penaxpose.com – Proses pemilihan anggota Dewan Kota (Dekot) DKI Jakarta periode 2024–2029 kembali menjadi sorotan. Sidang gugatan terhadap Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 854 Tahun 2024 dijadwalkan akan digelar oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur pada Rabu, 2 Juli 2025 secara daring melalui sistem e-Court.

Gugatan yang diajukan oleh Ladunni Cs tersebut berupaya membatalkan SK pengangkatan anggota Dewan Kota yang dinilai cacat prosedur. Menjelang keputusan hakim, dukungan terhadap upaya hukum ini mengalir, salah satunya dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Provinsi DKI Jakarta.

PKB Soroti Dugaan Pelanggaran Prosedur

Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta, M. Fuadi Luthfi, menyatakan bahwa proses penetapan Dewan Kota periode 2024–2029 dilakukan secara tidak sah dan berpotensi sarat kepentingan politik.

“Penetapan Dewan Kota seharusnya melalui persetujuan DPRD melalui Komisi A, sebagaimana diatur dalam Perda No. 6 Tahun 2011 dan Pergub DKI No. 116 Tahun 2013,” tegas Fuadi dalam pernyataan tertulis, Ahad (28/6/2025).

Menurutnya, pengukuhan dilakukan secara tergesa-gesa dan tanpa pendalaman oleh Komisi A DPRD DKI yang semestinya menjalankan fungsi pengawasan dan seleksi. Ia menilai hal ini tidak hanya melanggar prosedur, tetapi juga membuka ruang bagi praktik politik transaksional.

“Pembentukan Dewan Kota harus dilakukan secara sah, partisipatif, dan akuntabel agar benar-benar merepresentasikan aspirasi masyarakat Jakarta,” imbuhnya.

Fuadi pun mendesak Majelis Hakim PTUN agar membatalkan Keputusan Gubernur No. 854 Tahun 2024 secara hukum dan memerintahkan pelaksanaan seleksi ulang sesuai peraturan yang berlaku.

Iswadi: Jika PTUN Tak Tegas, Gugatan Akan Bergulir ke PN

Sementara itu, dari sisi pemohon, Iswadi — mantan Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kota Jakarta Barat sekaligus calon anggota Dewan Kota perwakilan Kecamatan Palmerah — menilai gugatan di PTUN layak dikabulkan.

“Dari fakta-fakta persidangan, terlihat jelas adanya indikasi penyalahgunaan wewenang oleh Walikota Jakarta Barat dan Asisten Pemerintahan, termasuk dugaan transaksional dalam proses seleksi,” ujarnya.

Iswadi juga menyatakan komitmennya untuk melanjutkan upaya hukum melalui jalur perdata di Pengadilan Negeri (PN) jika gugatan di PTUN tak membuahkan hasil.

“Yang tidak baik harus diperbaiki. Kalau kita diam, kita akan jadi bagian dari kejahatan itu,” tegasnya.

Menanti Putusan, Menjaga Demokrasi Lokal

Sidang yang akan digelar pada 2 Juli 2025 mendatang menjadi momentum penting dalam menjaga integritas proses pengangkatan pejabat publik di tingkat kota. Apapun putusannya, kasus ini menjadi cermin bahwa transparansi dan partisipasi dalam pengisian jabatan publik harus dikawal bersama demi terwujudnya pemerintahan daerah yang bersih dan demokratis. (Mst) 

Mediasi Deadlock - JOFU Klien Puguh Kribo Minta Perkara 432/Pdt.G/2025 PN Jaksel Lanjut Persidangan Umum

Mediasi Deadlock - JOFU Klien Puguh Kribo Minta Perkara 432/Pdt.G/2025 PN Jaksel Lanjut Persidangan Umum

Jakarta, penaxpose.com | Mediasi dalam perkara perdata nomor 432/Pdt.G/2025/PN Jkt.Sel mengalami deadlock atau tidak menemukan kesepakatan damai. Mediasi ini dilakukan antara Penggugat dan Tergugat pada pertemuan pertama tanggal 11 Juni 2025 serta pertemuan kedua tanggal 18 Juni 2025. Dalam proses mediasi tersebut, hadir Penggugat beserta kuasa hukumnya, sementara pihak Tergugat hanya diwakili oleh kuasa hukum mereka.

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, keempat Tergugat tidak hadir dalam mediasi tersebut. Akibatnya, pihak Penggugat, JOFU, meminta agar perkara dilanjutkan ke pengadilan umum. Mediasi ini telah dilaporkan kepada Majelis Hakim dan dinyatakan gagal.

Pada sidang lanjutan perkara 432/Pdt.G/2025/PN Jkt.Sel yang berlangsung hari ini, Rabu, 25 Juni 2025, di ruang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sidang dibuka oleh Majelis Hakim dan dihadiri oleh Kuasa Penggugat, Dr. (c) Puguh Triwibowo, S.T., S.H., M.H., M.M.(c), serta kuasa hukum para Tergugat. Agenda utama sidang hari ini adalah pembacaan gugatan dari Penggugat.

Dalam persidangan tersebut, pukul 10.40 WIB, dilakukan pembacaan gugatan oleh Penggugat. Sidang ini dijadwalkan untuk melanjutkan dengan agenda jawaban dari para Tergugat pada 2 Juli 2025, replik dari Penggugat pada 9 Juli 2025, duplik dari Tergugat pada 16 Juli 2025, serta penyerahan bukti-bukti dari penggugat dan tergugat pada tanggal-tanggal berikutnya, hingga penetapan putusan yang direncanakan pada 27 Agustus 2025.

Perkara ini berkaitan dengan dugaan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) 1365 KUH Perdata, terhadap pembelian tanah dan bangunan di Jalan Lamandau 4 No. 21, Blok C1, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Perkara ini diajukan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas IA Khusus dengan nomor 432/Pdt.G/2025/PN Jkt.Sel. Alamat tergugat di Jl. Ampera Raya No. 133, RT.5/RW.10, Ragunan, Ps. Minggu, Jakarta Selatan.

Dalam perkara ini, JOFU bertindak sebagai penjual dan penggugat, berdasarkan perjanjian PPJB dan Akta Jual Beli (AJB) nomor 05/2023 yang dibuat notaris tergugat III, AR, S.H., M.H., M.Kn., berdomisili di Jakarta Selatan. Disebutkan bahwa harga jual sebesar Rp 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).

Namun, pembayaran dari pembeli berinisial AR dan I hanya sebesar Rp 2.833.012.000,- (dua miliar delapan ratus tiga puluh tiga juta dua belas ribu rupiah) yang ditransfer 30 Mei 2023, melalui Bank Mandiri dan tertulis "lunas". Sisa pembayaran sebesar Rp 1.166.988.000,- (satu miliar seratus enam puluh enam juta sembilan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah) belum dibayarkan kepada JOFU.

Selain itu, hak atas tanah dan bangunan tersebut masih atas nama J. Usmany, dan pembayaran pajak SPPT tahunan pun masih dilakukan atas nama tersebut. Pada 13 April 2025, ahli waris JOFU menerima surat pemberitahuan wajib membayar pajak ke Bapenda DKI Jakarta. (*/Red)

Sidang Sengketa Dewan Kota di PTUN Jakarta Timur Berlanjut, Bukti Tambahan dan Saksi Jadi Sorotan

Sidang Sengketa Dewan Kota di PTUN Jakarta Timur Berlanjut, Bukti Tambahan dan Saksi Jadi Sorotan

Jakarta Timur, penaxpose.com Sengketa pemilihan Dewan Kota Jakarta kembali memasuki babak penting. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur pada Rabu (4/6) menggelar sidang lanjutan yang menjadi momentum penentuan: agenda terakhir untuk penyerahan bukti tertulis dan penyampaian keterangan saksi.

Tiga pihak utama hadir dalam ruang sidang — penggugat, tergugat, serta pihak intervensi. Suasana sidang berlangsung tertib, namun dinamika perdebatan tetap terasa ketika para pihak menyampaikan perkembangan terbaru terkait alat bukti dan saksi.

Penggugat menyampaikan kepada majelis bahwa mereka masih memiliki sejumlah bukti tambahan yang baru diperoleh. Bukti tersebut, menurut kuasa hukum penggugat, memiliki bobot penting dalam memperkuat pokok perkara yang diajukan.

Sebaliknya, dari pihak tergugat justru muncul kendala. Saksi kunci yang dijadwalkan memberi keterangan dalam sidang hari ini dikabarkan berhalangan hadir. Kuasa hukum tergugat menginformasikan ketidakhadiran tersebut langsung kepada majelis hakim.

Menanggapi kondisi itu, pimpinan majelis menyayangkan absennya saksi dan menegaskan bahwa hari ini sejatinya adalah kesempatan terakhir untuk semua pihak memperkuat pembuktian.

“Sidang ini dijadwalkan sebagai momen akhir untuk melengkapi bukti dan menghadirkan saksi. Kita akan lanjutkan satu kali lagi sebelum pembacaan putusan yang direncanakan akhir bulan ini,” ujar ketua majelis dalam pernyataannya.

Majelis juga memberikan penjelasan mengenai peran ahli dalam persidangan. Ditegaskan bahwa kehadiran ahli di ruang sidang bukanlah syarat mutlak. “Sepanjang disampaikan secara tertulis, komprehensif, dan spesifik, pendapat ahli tetap dapat dipertimbangkan sebagai bahan pertimbangan hukum,” jelasnya.

Sidang pun resmi ditunda. Agenda lanjutan akan digelar pada Rabu, 11 Juni 2025, pukul 09.00 WIB, dengan fokus pada penyampaian bukti lanjutan yang masih dianggap relevan oleh para pihak. (Dn/Ag) 

Pendistribusian Royalti Musik Tradisi untuk Musisi Tradisional Nusantara

Pendistribusian Royalti Musik Tradisi untuk Musisi Tradisional Nusantara

Jakarta, penaxpose.com | Jumat, 16 Mei 2025 

Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Langgam Kreasi Budaya (LKB) yang dipimpin oleh Shatria Dharma Sumarsana siap memperjuangkan hak ekonomi para musisi tradisional Nusantara. LKB merupakan LMK yang fokus pada pencipta karya berbasis musik tradisi dan telah mengantongi izin operasional dari Kementerian Hukum dan HAM RI sejak 2023, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

LMK LKB akan melakukan penagihan royalti kepada pengguna komersial atas karya cipta musik tradisi di seluruh Indonesia. "Penagihan ini penting agar para pencipta musik tradisional mendapatkan hak ekonomi mereka secara layak," ujar Aden, perwakilan LKB.

Musisi senior sekaligus tokoh musik nasional, Gilang Ramadhan, menyatakan bahwa langkah ini juga sejalan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. "Pemajuan kebudayaan harus dilakukan melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Itu semua memerlukan inventarisasi, duta budaya, serta penguatan ekosistem musik tradisi secara menyeluruh," tegasnya.

Menurut Gilang, keberadaan LMK LKB merupakan langkah nyata dalam menjalankan amanat undang-undang, khususnya untuk menjaga keutuhan musik tradisi di hilir maupun hulu. "Dibutuhkan perekaman karya yang diputar di ruang publik, pelibatan para pelaku musik, serta pemicu pengumpulan royalti pertunjukan dari hilir hingga ke hulu," tambahnya.

Sebagai bentuk penguatan langkah hukum, LMK LKB telah menandatangani kerja sama dengan Kantor Hukum Puguh Triwibowo & Rekan di Jakarta. Kerja sama ini bertujuan untuk mendukung pengumpulan hak-hak ekonomi para pencipta musik tradisi, baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta.

(Red) 

Puguh Kribo, Kuasa Hukum Penjual, Gugat Pembeli Tanah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Puguh Kribo, Kuasa Hukum Penjual, Gugat Pembeli Tanah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Jakarta, penaxpose.com – Kuasa hukum dari JOFU, Kantor Hukum Puguh Triwibowo & Rekan, resmi mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap dua pihak pembeli atas transaksi jual beli tanah dan bangunan di Jalan Lamandau 4 No. 21, Blok C1, Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Gugatan tersebut telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas IA Khusus dengan nomor perkara 432/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Sel.

Dalam keterangan tertulis kuasa hukum, objek sengketa merupakan tanah dan bangunan milik JOFU, ahli waris dari almarhum J. Usmany. Transaksi tercatat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB) Nomor 05/2023 yang dibuat di hadapan Notaris AR, S.H., M.H., M.Kn., berkantor di Jakarta Selatan.

Nilai jual beli dalam AJB tercatat sebesar Rp4.000.000.000,- (empat miliar rupiah). Namun, berdasarkan bukti transfer, pembeli berinisial AR dan I baru membayarkan sebesar Rp2.833.012.000,-, sehingga terdapat kekurangan pembayaran senilai Rp1.166.988.000,- yang belum diselesaikan.

Selain itu, hingga kini belum ada peralihan hak atas tanah dan bangunan dimaksud. Nomor Objek Pajak (NOP) 3171050006007xxxxx masih tercatat atas nama almarhum J. Usmany. Bahkan, pada 13 April 2025, ahli waris JOFU kembali menerima surat tagihan pajak dari Bapenda Provinsi DKI Jakarta.

“Para tergugat tidak menjalankan kewajibannya, baik dalam pelunasan harga jual maupun pengurusan administrasi hukum dan perpajakan,” tegas Puguh Kribo, S.T., S.H., M.H., selaku kuasa hukum JOFU.

Sidang pertama perkara ini telah digelar pada Kamis, 15 Mei 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 13.15 WIB. Namun, para tergugat tidak hadir dalam persidangan, sementara pihak penggugat beserta kuasa hukumnya hadir lengkap.

“Gugatan ini merupakan bentuk ikhtiar hukum klien kami untuk memperjuangkan haknya. Kami berharap majelis hakim dapat menilai perkara ini secara objektif dan memberikan putusan yang seadil-adilnya,” ujar Puguh Kribo.

Perkara PMH berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata ini menjadi sorotan karena menyangkut nilai transaksi properti yang besar serta menyangkut aspek hukum penting seperti pelunasan, akta autentik, dan kepatuhan pajak. Sengketa ini diharapkan menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi properti sesuai hukum yang berlaku.
(Red)

Sidang Kasus Lidos Girsang: Kesaksian Polisi Ungkap Aksi Brutal di Simalungun

Sidang Kasus Lidos Girsang: Kesaksian Polisi Ungkap Aksi Brutal di Simalungun

Simalungun, penaXpose.comPengadilan Negeri (PN) Simalungun kembali menggelar sidang lanjutan kasus penganiayaan dan perusakan yang melibatkan terdakwa Lidos Girsang pada Selasa (4/3/2025). Dalam persidangan kali ini, kesaksian dari anggota kepolisian semakin menguatkan dugaan bahwa tindakan Lidos bukan sekadar penganiayaan, melainkan upaya pembunuhan terhadap Jahiras Hasudungan Malau.

Kesaksian Polisi: Upaya Tabrakan dan Serangan Parang

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan anggota Jatanras Polres Simalungun, Lassang Sinaga, sebagai saksi. Ia mengungkapkan bahwa kejadian yang berlangsung pada 28 Oktober 2024 di Dusun Hoppoan, Simpang Bage, Nagori Sinar Naga Mariah, Kecamatan Pematang Silimahuta, berlangsung sangat brutal.

Menurut Lassang, polisi menerima laporan adanya kelompok warga yang menghalangi jalan dan segera mendatangi lokasi. Saat itu, mereka mendapati sekitar 30 orang menghadang sebuah dump truck. Ketika petugas mencoba menenangkan situasi, Lidos Girsang justru bertindak agresif dengan menabrakkan mobil Grandmax hitam BK 8877 TP ke arah polisi.

"Dia tetap melajukan mobil meskipun sudah diteriaki untuk berhenti. Beberapa petugas hampir tertabrak," kata Lassang Sinaga dalam persidangan.

Tidak berhenti di situ, Lidos kemudian turun dari mobil dengan membawa sebilah parang dan menyerang petugas. Lassang sendiri mengaku terkena sabetan parang di tiga jari tangan kanannya, sementara beberapa warga lainnya mengalami luka akibat serangan membabi buta terdakwa.

Melihat situasi semakin berbahaya, polisi terpaksa melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan kerumunan dan mengamankan diri. Namun, setelah polisi meninggalkan lokasi, Lidos dan kelompoknya justru merusak dump truck yang mereka hadang serta mobil Fortuner milik Tapian Malau yang berada di belakangnya.

Perbedaan Kesaksian dan Upaya Pembelaan

Dalam sidang, tim kuasa hukum Lidos berusaha meragukan kesaksian polisi dengan menyoroti perbedaan keterangan antara saksi kepolisian dan saksi korban sebelumnya.

"Jahiras Malau mengatakan bahwa ia turun dari mobil dalam keadaan mesin hidup, tetapi saksi dari kepolisian menyebutkan bahwa mobil dalam kondisi berhenti tanpa orang di dalamnya," ujar Abdi MT Purba, pengacara Lidos.

Namun, argumen tersebut ditepis oleh Lassang Sinaga yang menegaskan bahwa dalam situasi kacau seperti itu, fokus utama polisi adalah mengamankan kondisi, bukan memastikan detail kecil seperti keadaan mesin mobil.

"Yang pasti, jika tidak ada orang di dalam mobil, lampu truk tidak mungkin menyala dan menerangi lokasi kejadian," tambahnya, mengisyaratkan adanya unsur kesengajaan dalam tindakan terdakwa.

Pengakuan di Persidangan: Posisi Lidos Semakin Terpojok

Fakta baru yang semakin memberatkan terdakwa muncul ketika Lidos Girsang sendiri mengakui keterlibatannya dalam aksi perusakan dump truck dan mobil Fortuner.

Hakim Ketua langsung menanggapi pengakuan ini dengan tegas.

"Wah, ini pengakuan langsung dari terdakwa! Jelas melanggar Pasal 170 KUHP," ujar hakim, menegaskan bahwa posisi Lidos semakin sulit untuk menghindari hukuman.

Sidang Berlanjut, Hukuman Berat di Depan Mata?

Dengan semakin banyaknya bukti yang mengarah pada tindakan kriminal serius, banyak pihak meyakini bahwa hukuman berat menanti Lidos Girsang. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak terdakwa.

Masyarakat yang mengikuti kasus ini berharap agar hakim menjatuhkan hukuman setimpal mengingat Lidos sebelumnya juga pernah terlibat dalam kasus pembakaran alat berat di lokasi yang sama.

Kini, semua perhatian tertuju pada keputusan majelis hakim. Apakah Lidos Girsang akan mendapatkan hukuman maksimal atas tindakannya? Jawabannya akan segera terungkap dalam sidang berikutnya.

(S. Hadi Purba) 

Sejarah Peradilan Indonesia, Penggugat Tiba-tiba Jadi Tergugat 1 dan 2, Natalia Rusli: Emang Bisa?

Sejarah Peradilan Indonesia, Penggugat Tiba-tiba Jadi Tergugat 1 dan 2, Natalia Rusli: Emang Bisa?

JAKARTA, penaXpose.com - Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang kembali menggelar sidang lanjutan kasus wanprestasi yang menyeret nama pengusaha asal Jakarta, Tedy Agustiansjah Jumat (14/2/2025) siang.

Sidang hari itu, pihak penggugat memanggil saksi ahli corporate bernama Zulfi Diane Zaini untuk memberikan keterangan dihadapan majelis hakim.

Sidang itu dipimpin oleh majelis hakim Firman Khadafi dan dua anggota hakim bernama Hendro Wicaksono serta Alfarobi.

Dalam sidang tersebut, kuasa hukum tergugat PT Mitra Setia Kirana dan Andi Mulya Halim, Sujarwo memojokan Tedy selaku tergugat 3.

Pemojokan itu ditunjukan oleh Sujarwo dengan dugaan ingin menguasai lahan milik Tedy di Bandar Lampung.

Kuasa Hukum Tedy, Natalia Rusli sempat bertem dengan pengacara tergugat 1 dan 2 di Kantor DPC Peradi Bandar Lampung beberapa waktu lalu. Di mana Sujarwo yang merupakan Ketua Peradi Bandar Lampung menceritakan kepada Natalia didatangi oleh Hengki dan Titin untuk mengatur cara mengambil tanah 4.000 m2 milik kliennya.

Saksi ahli juga justru tidak memberikan keterangan secara substansi dan terkesan ada kejanggalan.

Di mana dalam keterangannya, saksi ahli menyatakan apabila seseorang meminjam uang ke bank dan uang tersebut dipakai untuk membeli bahan bangunan, tapi tidak dibayarkan maka boleh menagih ke bank. Natalia pun mempertanyakan pernyataan saksi ahli tersebut menggunakan teori mana.

Sebab, pernyataan itu justru membuat sejunlah orang yang mengerti hukum tertawa mendengarnya.

"Ketika saya tanya berulang lagi ke saksi ahli, apakah si penerima kuasa pekerjaan dan pemberi kuasa pekerjaan harus dituangkan diperjanjian, ibu itu jawab iya harus," terangnya.

"Dan apabila si penerima pekerjaan tidak membayarkan ke toko bangunan dan lain-lain, itu salah siapa? Salahnya penerima pekerjaan. Dan sebaliknya, apabila si penerima pekerjaan tidak selesaikan pekerjaannya karena si pemberi pekerjaan tidak membayar dana untuk pekerja, itu salah siapa? Dia jawab salah si pemberi pekerjaan. Jadi di sini sudah jelas yang beri pekerjaan adalah PT Kirana ke CV Hasta. Jadi yang bermasalah tergugat 1 dan 2 tidak ada sama sekali kaitannya dengan klien kami," tuturnya.

Atas dasar kecurigaan adanya kejanggalan dalam sidang tersebut, Natalia Rusli mengakui menyelidiki sepak terjang pengacara Sujarwo di Bandar Lampung.

Natalia menyatakan, Sujarwo bukan sosok pengacara profesional dan sosok panutan bagi organisasinya.

Natalia justru menduga Sujarwo adalah seorang mafia tanah khusus merampas tanah tanah yang terlantar dengan memanfaatkan adanya kasus hukum.

"Mereka memanfaatkan gugatan yang pernah di ajukan oleh CV Hasta ke Andi Mulya Halim dan Tedy Agustiansjah yang sudah di tolak oleh PN Tanjung Karang bulan Nopember 2022 lalu dan waktu itu belum terbongkar bahwa CV Hasta juga dimiliki oleh Andi Mulya Halim," ujarnya, Sabtu (15/2/2025).

Natalia menegaskan, jajaran Polda Metro Jaya yang menerima laporan telah menemukan indikasi awal yang jelas untuk membongkar otak dari kasus tersebut.

"Kami telah melaporkan kasus penipuan ini ke Polda Metro Jaya dan saat ini semua pelaku sedang di panggil untuk dimintai keterangan dan hasil gelar awal di putuskan untuk menerima laporan tindak pidana atas korban Tedy Agustiansjah dengan status penyelidikan dan akan segera naik ke penyidikan," tegas Natalia Rusli.

Natalia pun sudah melayangkan aduan terkait dengan masalah kasus ini ke Komisi XIII DPR RI agar menjadi atensi. Bahkan, kata dia Komisi XIII sudah merencanakan akan turun langsung ke Bandar Lampung.

Tidak hanya itu, Natalia juga sudah bersurat ke Komisi Yudisial (KY) untuk mengadukan persidangan tersebut dan sudah turun ke lokasi memantau kasus tersebut.

"Karena ada nya indikasi mafia tanah dan penipuan seperti kita ketahui biasa nya mafia tanah ada backing dari oknum tertentu maka korban melalui saya selaku kuasa hukum, sudah mengadukan perkara ini ke Komisi XIII DPR," tegasnya.

Ia berharap, rekan-rekan sesama advokat di Indonesia untuk bekerja secara profesional dan tidak memperkaya diri dari memainkan perkara.

"Pesan saya kepada rekan-rekan di Lampung, untuk profesional karena tidak baik dan tidak layak mempermainkan perkara seperti ini," tandasnya.

Sebelumnya, kasus ini bermula dari proyek pembangunan cabang Resto Bebek Tepi Sawah yang digagas oleh Titin alias Atin, Komisaris PT Mitra Setia Kirana, bersama menantunya, Andy Mulya Halim. Mereka mengajak Tedy Agustiansjah untuk berinvestasi dalam proyek tersebut.

Namun, proyek ini tiba-tiba mangkrak dan lebih sakit lagi, kontraktor yang kini menggugat Tedy CV Hasta Karya Nusapala ternyata dimiliki oleh Andy sendiri.

Bukan sekadar proyek gagal, kini tanah milik Tedy yang bernilai Rp 48 miliar malah terancam disita, sementara dana Rp16 miliar dari proyek ini lenyap tanpa kejelasan.

“Ini bukan sekadar gugatan wanprestasi, ini skema yang dirancang untuk mengambil alih aset klien kami! Ini bukan bisnis yang gagal, ini perampokan berkedok hukum!” ujar Farlin Marta, kuasa hukum tergugat lainnya.

Farlin menerangkan, dirinya tidak tahu alasan penggugat tidak menghadirkan saksi dalam sidang hari ini.

"Enggak ada kejelasan kenapa tidak hadir, apakah sakit atau apa enggak ada omongan," jelasnya.

Sidang ditunda pada Jumat 14 Februari 2025 mendatang dan menjadi kesempatan terakhir bagi penggugat untuk hadirkan saksi.

Ia tidak mengetahui siapa saksi fakta dan saksi ahli yang bakal dihadirkan dalam sidang pekan depan sesuai janjinya.

"Saksi fakta yang mengetahui kasus ini, itu menurut dia. Kita lihat saja benar atau enggak," terangnya.

Sebagai informasi, Titin bersama dua orang lainnya sebelumnya telah dilaporkan ke Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada 3 Januari 2025.

Dua orang lain itu bernama Andy Mulya Halim dan Hadi Wahyudi ikut dilaporkan bersama Titin atas dugaan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp 16 miliar.

Uang tersebut diberikan secara bertahap priode 2018 hingga 2020 untuk membuat sebuah restoran bebek di tepi sawah daerah Bandar Lampung.

Restoran itu berdiri di atas tanah milik korban dan ketiga orang tersebut sebagai developer atau pihak pengembang.

"Mereka membuat surat perjanjian dengan Hadi Wahyudi (kontraktor), Surat Perjanjian Kontrak Kerja Nomor: 022-SPK/HKN-19/IV/2019 tanggal 29 April 2019 dan Surat Perjanjian Kontrak Kerja Nomor: 032-1-MEP-SPK/HKN-01/IX/2019 tanggal 10 September 2019," katanya.

Dalam kontrak kerja itu, para terlapor kata Farlin tidak pernah mencantumkan nama maupun tanda tangan korban.

Bahkan, terlapor juga tidak pernah menguraikan atau menjelaskan pembangunan restoran dan club, cafe, office and lounge, private residence di atas tanah milik siapa.

Para terlapor tidak mencantumkan bukti sertifikat hak milik siapa dan diatas tanah seluas berapa, hingga akhirnya baru diketahui bahwa proyek pembangunan tersebut mangkrak.

"Sampai saat ini korban tidak pernah menerima pembayaran maupun cicilan dari pihak terlapor (Titin dan Andy Mulya Halim) atas penggunaan uang sebesar Rp 16 miliar. Kami baru tahu bahwa Hadi Wahyudi (sebagai kontraktor) hanya sebagai figure dan faktanya 50 persen kepemilikan CV Hasta Karya Nusapala adalah milik terlapor (Andy Mulya Halim)," terangnya. 

Ia berharap kasus ini bisa segera dituntaskan demi memberikan rasa keadilan kepada kliennya yang merugi hingha belasan miliar rupiah.

Tidak hanya itu, Titin juga dilaporkan atas oleh Tedy Agustiansjah ke Polres Metro Jakarta Utara pada awal Januari 2025 lalu.

Laporan polisi itu dibuat karena Titin diduga melakukan penipuan dan penggelapan uang milik Tedy sebesar Rp 3,5 miliar.

Kuasa Hukum Tedy, Farlin Marta mengatakan, tahun 2018 lalu Titin meminjam uang kepada keliennya dengan alasan ingin merenovasi rumah yang ada di Jalan Griya

Ratna Blok J2, RT11/RW20, Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Kemudian, kata Farlin, Titin berjanji ketika selesai pembangunan rumah tersebut akan dijual dan melunasi hutang serta memberikan keuntungan dari penjualan rumah tersebut.

"Sepengetahuan pak Tedy itu, rumahnya atas nama Titin. Kasusnya itu 2018 ya kalau enggak salah," ucapnya saat dikonfirmasi, Kamis (30/1/2025). (A Byson/Emy) 

Maraknya Peredaran Rokok Ilegal di Cilincing dan Koja, Penegakan Hukum Dipertanyakan

Maraknya Peredaran Rokok Ilegal di Cilincing dan Koja, Penegakan Hukum Dipertanyakan

Jakarta, penaXpose.comWilayah Cilincing dan Koja menjadi sorotan akibat tingginya peredaran rokok ilegal. Fenomena ini diduga terjadi karena tingginya tarif cukai yang ditetapkan pemerintah, sementara daya beli masyarakat masih rendah.

Rokok ilegal adalah produk tembakau yang tidak memenuhi ketentuan hukum, seperti tidak memiliki pita cukai resmi. Sesuai Pasal 55 Undang-Undang Cukai, pelaku peredaran atau penjualan rokok ilegal dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara minimal 1 tahun dan maksimal 8 tahun, serta denda minimal 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar hingga maksimal 20 kali lipat.

Namun, peredaran rokok ilegal ini tampaknya berlangsung tanpa pengawasan di sejumlah titik di wilayah Cilincing dan Koja. Beberapa lokasi rawan yang teridentifikasi antara lain Jalan Rorotan-Marunda 27-3, RT 009/RW 05, Rorotan, dan Jalan Cilincing Bakti, RT 014/RW 05, Cilincing. Di wilayah Koja, aktivitas serupa ditemukan di Jalan Cipeucang 1 No.42, RT 001/RW 13, serta depan Rusunawa Sindang, Jalan Sindang, RT 003/RW 09.

Ironisnya, di wilayah Cilincing, aktivitas ini ditemukan hanya berjarak sekitar 200 meter dari Polsek Cilincing. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai efektivitas penegakan hukum di lapangan.

Masyarakat menilai pembiaran terhadap peredaran rokok ilegal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencerminkan lemahnya pengawasan aparat terhadap pelanggaran hukum yang seharusnya ditindak tegas.

Warga berharap pihak berwenang segera mengambil langkah konkret untuk menertibkan peredaran rokok ilegal, demi menegakkan aturan, menjaga keadilan, dan mencegah kerugian negara yang lebih besar.

(Emy) 

Andi Andika SH, Kuasa Hukum Uci Sanusih Ajukan Keberatan terhadap Penetapan Dewan Kota Jakarta Barat

Andi Andika SH, Kuasa Hukum Uci Sanusih Ajukan Keberatan terhadap Penetapan Dewan Kota Jakarta Barat

JAKARTA, penaXpose.comTim pengacara LBH Pijar, yang mewakili Uci Sanusih, calon Dewan Kota (Dekot) Kelurahan Semanan, akan mengajukan surat keberatan terkait Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 854 Tahun 2024. Langkah ini dilakukan karena dugaan ketidaktransparanan dalam proses pemilihan anggota Dekot Jakarta Barat masa bakti 2024-2029.

Menurut Andi Andika, SH, salah satu kuasa hukum, keberatan diajukan ke Wali Kota, Gubernur, dan DPRD. Ia menyoroti penundaan pelantikan dari Oktober ke Desember tanpa surat edaran yang jelas serta hasil penilaian panitia seleksi yang dinilai tertutup. Selasa (31/12/2024). 

Jika keberatan ini tidak direspons, LBH Pijar akan melanjutkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).  []

LSM Halilintar RI Desak Polres Simalungun Proses Kasus Pemukulan Ashido Malau

LSM Halilintar RI Desak Polres Simalungun Proses Kasus Pemukulan Ashido Malau

Simalungun, penaXpose.com Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Halilintar RI mendesak Polres Simalungun segera memproses kasus pemukulan terhadap Ashido Malau, warga Desa Partibi Tembe, Merek, Kabupaten Karo, yang terjadi pada 27 November 2024. Insiden tersebut berlangsung di lokasi PT Sipisopiso, Kabupaten Simalungun, saat sekelompok orang yang mengaku dari Bareskrim Polri Satgas Anti Mafia Tanah mendirikan plang bertuliskan, "Tanah Ini Milik Hartanto Bunahar".

Ashido Malau, yang bertugas menjaga lokasi PT Sipisopiso, telah melaporkan kejadian ini ke Polres Simalungun dengan Nomor Laporan: 345/XI/2024/SPKT. Laporan tersebut diterima oleh R. Pandapotan, S.H., pada malam hari kejadian.

Dalam keterangannya pada Kamis (5/12/2024), Ashido Malau menjelaskan kronologi insiden kepada awak media. Pada Rabu, 27 November 2024, sekitar pukul 14.00 WIB, ia menerima telepon dari Pindo Manik, karyawan Taman Tabe Resort, yang menginformasikan bahwa empat unit mobil datang ke lokasi PT Sipisopiso. Para pengunjung tersebut membawa delapan lembar baliho yang bertuliskan klaim kepemilikan atas tanah tersebut.


Ketika Malau merekam aktivitas mereka menggunakan ponselnya, salah satu dari mereka bertanya alasan perekaman tersebut. Malau menjawab bahwa video itu akan dilaporkan kepada atasannya. Selanjutnya, saksi mata, Josua Cristoffel Hutauruk, menanyakan identitas para oknum tersebut. Namun, mereka mengaku bahwa identitasnya belum dicetak. Ketegangan meningkat ketika Malau tetap melanjutkan perekaman hingga salah satu oknum memukul pipi kirinya, menyebabkan rasa sakit.

Ketua Umum LSM Halilintar RI, SP Tambak, S.H., menyesalkan insiden tersebut. "Tindakan pemukulan ini sangat tidak bisa diterima, terutama mengingat Ashido Malau hanya menjalankan tugas menjaga lokasi PT Sipisopiso," ujar Tambak.

Ia menambahkan, jika oknum tersebut benar berasal dari Bareskrim Polri Satgas Anti Mafia Tanah, seharusnya mereka melaporkan kegiatannya kepada Polres Simalungun dan pemerintah setempat dengan membawa surat tugas resmi. "Surat tugas itu harus jelas, bukan hanya alasan 'belum dicetak'," tegasnya.

LSM Halilintar RI meminta Polres Simalungun segera memanggil dan memeriksa para oknum yang terlibat, termasuk individu berinisial M dan SP, untuk memberikan kejelasan atas kasus ini dan memastikan keadilan bagi korban. (S. Hadi P.)